img_head
ARTIKEL

Teori Hukum Pembanguan Dari Prof. Dr.Mochtar Kusumaatmadja, SH.,LLM

Jun12

Konten : artikel hukum
Telah dibaca : 68.752 Kali

TEORI HUKUM PEMBANGUNAN PROF. Dr. MOCHTAR KUSUMAATMADJA, SH.,LL.M

*) Sebuah Kajian Deskriftif Analitis

Oleh: Dr. Lilik Mulyadi, SH., MH

 

I. Pendahuluan

Pada dasarnya, dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia maka salah satu teori hukum yang banyak mengundang atensi dari para pakar dan masyarakat adalah mengenai Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., LL.M. Ada beberapa argumentasi krusial mengapa Teori Hukum Pembangunan tersebut banyak mengundang banyak atensi, yang apabila dijabarkan aspek tersebut secara global adalah sebagai berikut:

Pertama, Teori Hukum  Pembangunan  sampai  saat  ini  adalah  teori  hukum  yang eksis  di Indonesia karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan kultur masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dengan tolok ukur dimensi teori hukum pembangunan tersebut lahir, tumbuh dan  berkembang sesuai dengan kondisi Indonesia maka hakikatnya jikalau diterapkan dalam aplikasinya akan sesuai  dengan kondisi  dan  situasi  masyarakat  Indonesia  yang  pluralistik.

Kedua, secara dimensional maka Teori Hukum Pembangunan memakai kerangka acuan pada pandangan hidup (way of live) masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka terhadap norma, asas, lembaga  dan  kaidah  yang  terdapat dalam  Teori  Hukum  Pembangunan tersebut relatif sudah merupakan dimensi yang meliputi structure (struktur), culture (kultur) dan substance (substansi) sebagaimana dikatakan oleh Lawrence W. Friedman.2 

Ketiga, pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikanpenggagasnya sebagai sebuah “teori” melainkan “konsep” pembinaan hukum yang dimodifikasi dan diadaptasi dari teori Roscoe Pound “Law as a tool of social engineering” yang berkembang di Amerika Serikat. Apabila dijabarkan lebih  lanjut  maka  secara  teoritis "Teori  Hukum  Pembangunan dari  Prof.  Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. dipengaruhi cara berpikir dari Herold D. Laswell dan Myres S. Mc Dougal (Policy Approach) ditambah dengan teori Hukum dari Roscoe Pound (minus konsepsi mekanisnya). Mochtar mengolah semua masukan tersebut dan menyesuaikannya pada kondisi Indonesia.5 Ada sisi  menarik dari teori yang disampaikan Laswell dan Mc Dougal dimana diperlihatkan betapa pentingnya kerja sama antara pengemban hukum teoritis dan penstudi pada umumnya (scholars) serta pengemban hukum praktis (specialists in decision) dalam proses melahirkan suatu kebijakan publik, yang di satu sisi efektif secara politis, namun di sisi lainnya juga bersifat mencerahkan. Oleh karena itu  maka  Teori  Hukum  Pembangunan  dari   Prof.  Dr. Mochtar Kusumaatmadja,   S.H.,   LL.M. memperagakan   pola   kerja   sama   dengan melibatkan keseluruhan stakeholders yang ada dalam komunitas sosial tersebut.

Dalam proses tersebut maka Mochtar Kusumaatmadja menambahkan adanya tujuan  pragmatis (demi  pembangunan) sebagaimana masukan  dari Roescoe Pound dan Eugen Ehrlich dimana terlihat korelasi antara pernyataan Laswell dan Mc Dougal bahwa kerja sama antara penstudi hukum dan pengemban  hukum  praktis  itu idealnya  mampu  melahirkan  teori  hukum (theory about law), teori yang mempunyai dimensi pragmatis atau kegunaan praktis. Mochtar Kusumaatmadja secara cemerlang mengubah pengertian hukum sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai sarana (instrument) untuk membangunan masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan bahwa hukum dalam arti norma diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Oleh karena itu, maka diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang berbentuk tidak tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Lebih jauh, Mochtar   berpendapat bahwa pengertian hukum sebagai sarana lebih luas dari hukum sebagai alat karena:

1.  Di  Indonesia  peranan  perundang-undangan dalam  proses  pembaharuan hukum lebih menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang menempatkan yurisprudensi (khususnya putusan the Supreme Court) pada tempat lebih penting

2.  Konsep hukkum sebagai “alat” akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penerapan “legisme” sebagaimana pernah diadakan padazaman Hindia Belanda, dan  di  Indonesia ada  sikap  yang  menunjukkan kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep seperti itu.

3.  Apabila “hukum” di sini termasuk juga hukum internasional, maka konsep hukum  sebagai  sarana pembaharuan masyarakat sudah  diterapkan jauh sebelum  konsep ini diterima  secara  resmi  sebagai  landasan  kebijakan hukum nasional

Lebih detail maka Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa:

"Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat.

Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan  dalam  setiap  masyarakat,  termasuk  masyarakat  yang sedang membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun,

yang dalam difinisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan

Dalam perkembangan berikutnya, konsep hukum pembangunan ini akhirnya diberi nama oleh para murid-muridnya dengan "Teori Hukum Pembangunan"  atau lebih dikenal dengan Madzhab UNPAD. Ada 2 (dua) aspek yang melatarbelakangi kemunculan teori hukum ini, yaitu: Pertama, ada asumsi bahwa hukum tidak dapat berperan bahkan menghambat perubahan masyarakat. Kedua, dalam kenyataan di masyarakat Indonesia telah terjadi perubahan alam pemikiran masyarakat ke arah hukum modern.Oleh karena itu, Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan tujuan pokok hukum bila direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban yang dijadikan syarat pokok bagi adanya masyarakat yang teratur. Tujuan lain hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan jamannya.  Selanjutnya   untuk   mencapai   ketertiban diusahakan adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat, karena tidak mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban.Fungsi hukum dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun tidak cukup untuk menjamin kepastian dan ketertiban. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum diharapkan agar berfungsi lebih daripada itu yakni sebagai “sarana pembaharuan masyarakat”/”law as a tool of  social engeneering” atau “sarana pembangunan” dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut

Mengatakan  hukum  merupakan  “sarana  pembaharuan  masyarakat”  didasarkan kepada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan dan pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan atau dipandang (mutlak) perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan.

Aksentuasi tolok ukur   konteks   di atas menunjukkan ada 2 (dua) dimensi sebagai inti Teori Hukum Pembangunan yang diciptakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, yaitu

a. Ketertiban   atau   keteraturan   dalam   rangka   pembaharuan   atau pembangunan     merupakan sesuatu yang diinginkan, bahkan dipandang mutlak adanya;

b. Hukum  dalam  arti  kaidah  atau  peraturan  hukum  memang  dapat berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan dalam arti penyalur    arah    kegiatan   manusia   yang    dikehendaki   ke    arah pembaharuan.

Apabila diuraikan secara  lebih intens, detail  dan  terperinci maka alur pemikiran di atas sejalan dengan asumsi Sjachran Basah yang menyatakan “fungsi  hukum  yang diharapkan selain  dalam  fungsinya  yang  klasik,  juga dapat berfungsi sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat    yang    hendak   dicapai    sesuai    dengan    tujuan    kehidupan bernegara” Dalam hubungan dengan fungsi hukum yang telah dikemukakannya, Mochtar  Kusumaatmadja  memberikan  definisi   hukum dalam pengertian yang lebih luas, tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan  kaidah-kaidah yang mengatur  kehidupan manusia  dalam  masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institution) dan proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan

Dengan kata lain suatu pendekatan normatif semata-mata tentang hukum tidak cukup apabila hendak melakukan pembinaan hukum secara menyeluruh.

Pada bagian lain, Mochtar Kusumaatmadja juga mengemukakan bahwa “hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur   kehidupan   manusia dalam  masyarakat, tetapi  harus  pula  mencakup  lembaga  (institution)  danproses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan”.  Pengertian     hukum di   atas      menunjukkan  bahwa untuk memahami hukum secara holistik tidak hanya terdiri dari asas dan kaidah, tetapi  juga meliputi  lembaga  dan  proses. Keempat komponen  hukum  itu bekerja sama secara integral untuk mewujudkan kaidah dalam kenyataannya dalam arti pembinaan hukum yang pertama dilakukan melalui hukum tertulis berupa   peraturan  perundang-undangan.   Sedangkan   keempat komponen hukum yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan, berarti pembinaan hukum setelah melalui pembaharuan hukum tertulis dilanjutkan pada hukum yang tidak tertulis, utamanya melalui mekanisme yurisprudensi.

III. Konklusi

Dimensi Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr MochtarKusumaatmadja, S.H., LL.M. merupakan salah satu Teori Hukum yang lahir dari  kondisi masyarakat  Indonesia  yang  pluralistik  berdasarkan  Pancasila. Pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan ini lahir, tumbuh dan berkembang serta diciptakan oleh orang Indonesia sehingga relatif sesuai apabila diterapkan pada masyarakat Indonesia. Selain Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. apabila diaktualisasikan pada kondisi masyarakat Indonesia pada umumnya dan kondisi penegakan hukum pada khususnya maka mempunyai sinergi yang timbal balik secara selaras. Aspek ini dapat dibuktikan bahwa dalam konteks kebijakan legislasi dan aplikasi serta dalam kajian ilmiah maka Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. tetap dijadikan landasan utama dan krusial yang menempatkan bahwa hukum dapat berperan aktif dan dinamis sebagai katalisator maupun dinamisator sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia. Tegasnya, bahwa Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. menjadikan hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat bukan sebagai alat pembaharuan masyarakat atau sebagai law as a tool of social engeenering.***

 

Sumber : http://badilum.mahkamahagung.go.id/upload_file/img/article/doc/kajian_deskriptif_analitis_teori_hukum_pembangunan.pdf